Tuesday, July 16, 2024

Lomba Blog Dompet Dhuafa

 
Tema: #31TahunDompetDhuafa Melayani Masyarakat
Subtema: Senyumku dan Adikku Berkat Dompet Dhuafa
oleh: Zahidah Amatillah
 
Benar sekali, sesuai dengan tema yang diangkat yakni Dompet Dhuafa melayani masyarakat dengan tersenyum. Aku sudah merasakan senyum yang diberikan Dompet Dhuafa sejak beberapa tahun lalu. Ketika adikku diterima menjadi relawan Dompet Dhuafa hingga akhirnya saat ini berubah status menjadi karyawan.
 
Bagaimana aku tidak tersenyum, aku melihat adik ku yang saat ini sangat berbeda dengan ia beberapa tahun sebelumnya. Taqi, nama adikku, menjadi pekerja di Dompet Dhuafa mengajarkannya menjadi pribadi yang sangat mandiri, tangguh, ramah dan bertanggung jawab. Aku bangga melihatnya yang sekarang.
 
(Taqi, 2018)
 
Lihatlah, betapa gagahnya ia mengenakan alat pelindung diri saat menjadi relawan pada tahun 2018 saat terjadi tsunami Selat Sunda, Banten. Kakak mana yang tidak bahagia melihat adiknya tumbuh dan berkembang dalam lingkup pekerjaan yang positif dan supportive. Meskipun lelah ia rasakan, tapi aku melihatnya menikmati pekerjaan yang penuh dengan tantangan. Berpindah dari satu kota ke kota lain, berkutat dengan kertas-kertas laporan yang seringkali ia selesaikan dengan kebisuan dan berbagai hal yang tak banyak ia ceritakan namun bisa aku rasakan kerja kerasnya.
 
Basic pekerjaan kami sama-sama melayani masyarakat. Aku bekerja sebagai perawat yang melayani masyarakat di rumah sakit, sementara adikku melayani masyarakat di bagian bencana. Menjadi manusia menjadikan kami ‘never stop learning’, terutama belajar melayani. Namun akan lebih sulit ketika melayani masyarakat dalam keadaan bencana, seperti adikku. Tantangannya lebih besar dari segi lingkungan yang tak tahu apakah akan ada bencana susulan dan juga segi masyarakatnya dalam segi emosional, harus bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik.

(Taqi, 2024)

(Taqi, 2024)
 
Walaupun begitu, lihatlah, bagaimana ia bahagia menjadi bagian dari keluarga Dompet Dhuafa, bagaimana Dompet Dhuafa selalu memberikannya pengalaman berinteraksi dengan kenekaragaman masyarakat Indonesia. Foto di atas diambil baru-baru ini (tahun 2024) saat terjadi erupsi gunung Lewotobi Laki-Laki, Nusa Tenggara Timur.
 
Taqi yang memiliki gelar sarjana ekonomi, harus bisa di tempatkan dimanapun, termasuk menjadi bagian dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak untuk mengatasi trauma setelah terjadi bencana. Banyak hal yang tak ia dapatkan ketika belajar di kampus, melainkan di Dompet Dhuafa.
 
(Taqi dalam Instagram DMC Dompet Dhuafa, 2024)
 
Dompet Dhuafa, dari namanya saja sudah mengangkat unsur Islami. Hal ini sejalan dengan gambaran kaum muslim yang saling tolong-menolong. Sesuai dengan lima pilar program; kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, serta dakwah dan budaya. Kebaikan dan kiprah Dompet Dhuafa di masyarakat menghadirkan senyum bagi mereka yang telah merasakan hadirnya, terutama kepada mereka yang lemah, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, “Carilah (keridhaan) ku melalui orang-orang lemah di antara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rizki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah di antara kalian.”
 
Saat keluargaku sedang lemah karena COVID-19 merajalela pada tahun 2021, Dompet Dhuafa hadir memberi bantuan. Aku mengabadikan momen tesebut pada https://youtu.be/Pwkj2PWgNo4?si=3w6VqKlnOL1jw8ZS di menit 03:06. Aku memberikan seluruh jempol yang aku miliki atas perhatian yang diberikan Dompet Dhuafa, tidak hanya pada karyawan namun juga keluarga karyawannya. Ucapan terima kasih dari kelurga kami melalui tulisan ini. Mohon maaf tak mampu menyampaikan secara langsung.
 
Kebaikan yang ditebar oleh Dompet Dhuafa bagaikan bibit yang akan tumbuh dan berkembang serta menghasilkan buah yang baik karena dimulai dari sesuatu yang halal dan dirawat dengan konsistensi, dedikasi serta ketulusan. Sama halnya adikku, mendedikasikan dirinya untuk memberikan kebermanfaatan secara langsung. ‘Ketika kita tak memiliki harta berlimpah, maka tenaga-lah yang bisa kita sumbangkan’, kira-kira begitulah teorinya.
 
 
 
Awal mula aku dan adikku mengenal Dompet Dhuafa dari sahabat kakakku, Ichan panggilannya. Satu waktu, kami diajaknya mengikuti salah satu kegiatan Dompet Dhuafa. Aku pernah menuliskan pengalamanku melalui blog yang aku posting 8 tahun lalu, 2016, http://zahidahamatillah.blogspot.com/2016/08/liburan-sederhana-ala-sungai-ciliwung.html?m=1.
 


(Blog Zahidah, 2016)

 
(Dokumentasi Susur Sungai Ciliwung bersama Dompet Dhuafa dalam blog Zahidah, 2016)
 
Dompet Dhuafa mengenalkanku akan berbagi hal. Terima kasih sudah betumbuh dengan baik selama 31 tahun ini, menjadi lembaga filantropi Islam yang amanah sekaligus lembaga kemanusiaan yang bergerak untuk pemberdayaan umat (empowering people) dan kemanusiaan. Dompet Dhuafa 31 tahun, A Smiling Foundation, melayani masyarakat dengan tersenyum!
 
“Ketika manusia hidup berdampingan
Maka akan kau temukan kebahagiaan, bila;
Yang kuat melengkapi yang lemah
Yang mampu melengkapi yang tak cukup
 
Dompet Dhuafa menjawab keresahan
Dengan segala gagasan pemikiran yang diberikan
Hadirnya mampu menghidupkan harapan
Memberikan bantuan dengan ketulusan

Selamat bertumbuh dan bertambah
Semoga selalu amanah

Dompet Dhuafa 31 tahun!
A smiling foundation!”

(Taqi bersama Tim DMC Dompet Dhuafa dalam Rangka Pengibaran Bendera Milad Dompet Dhuafa ke- 31, 2024)

—————

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog 31 tahun Dompet Dhuafa melayani masyarakat, www.dompetdhuafa.org


 
 

Saturday, February 5, 2022

 #CatatanKecil


Haruskah ada ikatan diantara dua insan yang awalnya tak saling mengenal? Adakah satu waktu yang Tuhan berikan untuk kita saling mengikat? Sejatinya, ikatan yang kita buat tidak untuk mengekang, justru untuk saling melindungi. Sebab, sejauh apapun kakiku melangkah, tempat kembali ku adalah kamu. Bila adanya matahari bisa berganti dengan bulan, aku harap, hadirmu tak pernah berganti dengan apapun. Menetaplah lebih lama, selamanya.


Jakarta,

5 Februari 2022, 15:02

Thursday, January 27, 2022

-{ Senyummu dalam Mimpiku}-

oleh: Z.Amatillah


Selepas sholat maghrib berjama'ah dan doa bersama, ku awali tidur pukul 7. Lalu, kegelisahan membangunkanku  pukul 3 pagi karena belum menyelesaikan kewajiban sholat isya. 

Aku memilih sholat isya di tempat biasanya ayah melaksanakan sholat malam. Sekelibat terlintas, "Biasanya ayah sholat di sini, jam segini". Kebiasaan beliau hanya bisa dikenang dan dirasa. 

Waktu menunjukkan pukul 3 lewat, masih ada waktu untuk melanjutkan tidur  sambil menunggu waktu subuh. 

Aku memilih posisi tidur paling tidak nyaman, tujuannya adalah agar aku tidak pulas dan kebablasan. Namun ternyata, dalam ketidaknyamanan posisi tidurku, ada mimpi yang membuatku sangat nyaman; aku bertemu ayah dan seseorang yang entah kapan terakhir kali aku bertemu dengannya.

Terakhir mimpi bertemu dengan ayah sekitar 2 bulan lalu. Dalam mimpiku kali ini, ayah sangat ceria, tersenyum lebar sambil memberikan jempolnya ke arahku. 

Saat itu, aku sedang bersama dengan seorang pria yang aku hapal dengan jelas nama serta mata sipitnya. Entah karena aku habis melihat postingannya atau bagaimana sehingga ia terbawa dalam mimpiku. 

Kami sedang main bareng di bagian belakang rumah. He looks like a child haha, tapi tetap dengan perawakan cool-nya kok hehe. Kita main busa balon, laah kok kita jadi kaya anak-anak wkwk. Gak apa, yang penting mimpiku seru dan bahagia.

 Tetiba nenek ku menghampiri dan bertanya, "Itu pacar lu?"

Aku hanya tersenyum dan sedikit bercanda melontarkan kalimat, "Gosip aja gosip.."

Kupalingkan wajah dari nenek, menghadap lurus ke depan, sekitar 10 meter, orang-orang sedang berkumpul berteriak sambil bertepuk tangan, disambut dengan kedatangan ayah yang tiba-tiba. 

"Kok ayah ada di sini, kan ayah udah meninggal. Kok ayah nyata?" kataku sambil menangis yang membuat aku terbangun. 

Ini adalah kali ketiga aku bangun tidur dengan air mata yang menempul di wajahku. Apakah air mata ketiga ini adalah air mata kebahagiaan ataukah air mata kerinduan?

Terimkasih sudah hadir dalam mimpi, walaupun tidak dalam keadaan yang nyata.


Jakarta, 

22 Januari 2022, 06:27

Saturday, January 1, 2022

 #CatatanKecil

Bila aku disuruh melupakanmu; aku adalah manusia yang paling berusaha keras! Sebab, mengingatmu hanya akan menambah kesakitan dan pikiran yang tak kutemukan penyembuhan serta penyelesaian nya. 

Bila aku disuruh mengenangmu; aku adalah manusia yang sangat gigih berusaha menyimpanmu dalam memori terkecil otak ku. Sebab, kau adalah bagian dari perjalanan yang memampukan aku menjadi  kuat. Terimakasih! 


1 Januari 2022, 22:35


 

-{Privilege Berkarantina}-

oleh: Z.Amatillah

 

 

Tulisan ini saya buat sejak beberapa hari lalu, yang baru hari ini saya rampungkan, yang mungkin sudah dibicarakan banyak orang terkait peraturan pemerintah mengenai karantina.

 

Peraturan yang mungkin sudah familiar terkait karantina bagi WNA-WNI yang baru saja tiba di Indonesia setelah melakukan penerbangan  luar negeri.

 

Berbagai peraturan sewaktu-waktu berubah, mulai dari karantina 5 hari, berubah ke-3 hari, berubah lagi ke-5, ke-7 dan terakhir sampai tulisan ini dibuat, karantina berlaku selama 10 hari.

 

Hampir satu bulan saya bertugas di tempat yang bisa dibilang tempat karantina ini cocok bagi mereka yang "memiliki uang berlebih", dengan latar belakang pendidikan serta jabatan yang bukan main-main.

 

Namun dibalik  itu semua, pasti kamu pernah mendengar "peraturan dibuat untuk dilanggar". Ya, sebagian dari mereka memilih melanggar untuk tidak melakukan karantina dengan berbagai alasan. Entah urusan negara atau apapun itu yang menurut saya; alasan yang mereka ajukan sangat tidak dibenarkan.

 

Saya mengatakan sebagian, tidak semua, hanya secuil dari mereka yang "memanfaatkan privilege" yang dipunya.

 

Memang benar adanya "orang berduit bebas melakukan apapun". Apakah ini alasan orang-orang ingin menjadi kaya? Menggadaikan hati nurani mereka demi kebahagiaan yang bisa saja langsung hilang.

 

Satu pertanyaan yang tak pernah saya lontarkan kepada mereka, apakah virus  akan "insecure" melihat "orang kaya"? Sehingga haram baginya untuk hidup menumpang di tubuh para pemilik uang yang hartanya tak dapat terhitung?

 

Saya tak akan melontarkan pertanyaan itu, karena sudah pasti jawabannya adalah; virus tak mengenal kaya dan miskin, serta jabatan atau pangkat apapun yang ada di bahu seseorang!

 

Apakah adalah sebuah kerugian bagi mereka bila tak menggunakan privilege tersebut?

 

Bagi mereka yang mempunyai privilege, mereka akan berusaha menyelesaikan karantina secepat mungkin. Entah karena memang ada urusan negara atau urusan lain yang disangkut pautkan dengan urusan negara, sehingga hal itulah yang menjadi keuntungan bagi mereka yang memiliki power.

 

Salah satu peraturan yang membuat saya bertanya-tanya, mengapa pejabat asing setingkat menteri ke atas beserta rombongan kunjungan resmi kenegaraan dibebaskan dari karantina? Atau peraturan apapun itu yang "menguntungkan" bagi oknum tertentu.

 

Apakah sepenting itu kehadiran mereka dalam rapat ataupun kegiatan negara, hingga bisa terbebas dari perangkap 10 hari?

 

 

Saya rasa, kalaupun orang penting harus menghadiri rapat, bisa secara online, zaman sudah canggih. Kalaupun ada berkas yang harus ditandatangani, kami memberikan akses agar dokumen tersebut sampai ke kamar tamu karantina.

 

Benar adanya, hukum ada untuk dilanggar bagi mereka yang memiliki kekuasaan! Miris!

 

Jika pemerintah yang membuat aturan, harusnya mereka sudah memahami segala risiko dan sudah sepatutnya peraturan yang mereka buat diberlakukan pukul rata.

 

Mungkin hal itulah yang membedakan pemerintah dengan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Bagi kami tenaga medis, sedari awal sudah disumpah untuk tidak membedakan siapapun atas dasar apapun. Tapi itu semua berbalik lagi ke individu masing-masing.

 

Ada cerita lain yang membuat saya berpikir bahwa "sepertinya saya tidak bisa untuk tetap stay bekerja di sini, ada pertentangan batin yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka".

 

Siang lalu, ada orang kepercayaan Tn. X datang menemui Nakes dan Satgas dengan tujuan "melobi", apakah anak atasannya bisa mendapatkan diskresi saat karantina.

 

Saya mengartikan diskresi dalam hal ini sebagai pemotongan masa karantina. Ada beberapa syarat untuk mendapatkan surat diskresi, namun tak ada satu pun syarat yang sesuai dengan orang tersebut.

 

Bapak tangan kanan mengatakan bahwa anak majikannya hanya memiliki libur kuliah 12 hari di Indonesia, apabila 10 hari digunakan untuk karantina, maka ia hanya memiliki 2 hari untuk berkumpul bersama keluarga dan temannya.

 

Oleh karena itu, ia minta diberikan diskresi agar karantina hanya dilakukan satu hari saja. Cukup miris mendengar permintaannya.

 

Mendengar penjelasan mereka, saya lebih banyak diam. Sekiranya, satgas sudah cukup menjelaskan.

 

Sedih melihat orang yang memiliki pendidikan  dan jabatan yang tinggi melakukan apapun yang mereka mau. Untungnya orang ini tak jadi melakukan karantina di tempat saya.

 

Satu hal yang mungkin mereka lupa bahwa tujuan dari karantina adalah untuk melihat masa inkubasi si virus. Bisa saja saat dilakukan PCR di bandara hasil yang didapatkan negatif, namun sebenarnya virus tersebut ada di dalam tubuh orang yang bersangkutan namun belum terdeteksi.

 

Mekanisme PCR bagi tamu karantina adalah PCR di hari pertama yang dilakukan di bandara, dan PCR kedua yang dilakukan di hotel pada hari ke-9 karantina.

 

Kalau dipikir jeleknya dari cerita yang saya sampaikan; bila orang tersebut hanya melakukan karantina 1 hari dan ternyata di dalam tubuhnya ada virus, kemudian dia berkeliaran ke lingkungannya, berarti dia sudah menyebarkan virus yang ia dapat dari luar negeri kepada orang sekitar. Mau sampai kapan pandemi ini berakhir?!

 

Namun tidak semua orang berbuat sesuai kehendak mereka. Pagi tadi, saat saya menerima tamu baru, seorang bapak bertanya, "Mba-nya perawat?"

 

Saya menjawab dengan singkat dan senyuman mata, "iya".

 

"Istri saya juga perawat mba, ya kalau mau gak karantina bisa ajah, tapi kita kan harus patuh sama peraturan." katanya tegas.

 

Luar biasa, tidak ada baginya keegoisan, padahal Bapak ini memiliki akses untuk tidak berkarantina.

 

Ucapan terimakasih setinggi-tingginya bagi mereka yang dengan sabar melakukan karantina dengan tetap mematuhi peraturan pemerintah serta protokol kesehatan.

 

Banyak pembelajaran yang saya dapat terkait dengan sumpah profesi saya dalam hal ini. Lagi dan lagi, kita sama-sama belajar bahwa kita tak boleh membedakan siapapun atas dasar apapun. Semoga kita selalu terjaga. Aamiin.

 

Dalam tulisan ini, saya tidak menyalahkan instansi apapun, hanya pada oknum tertentu yang memanfaatkan privilege-nya.

 

 

Jakarta,

11 Desember 2021, 21:15

 -{Buya Marah di Tahun Baru}-

oleh: Z.Amatillah


Seingat ku, aku tak pernah menceritakan perihal ini kepada selain keluarga kecilku. Tapi, kayanya boleh juga cerita singkat ini untuk di share hehe. 


Waktu itu, saat pergantian tahun masehi. Ketiga anak perempuan buya; muhdah, azaa dan aku serta salah seorang sahabat Kak ii pergi ke tengah kota. Tujuannya adalah untuk melihat kantor baru sahabatnya Kak ii. Kak ii adalah kakak perempuan pertama dalam keluarga kami. Beberapa sahabatnya sering main ke rumah, sudah seperti kakak sendiri. 


Setelah lihat kantornya, kami pulang. Namun jalanan macet. Banyak orang yang memberhentikan kendaraannya untuk menyaksikan kembang api di pergantian tahun masehi. Sementara kami berempat, tetap berada di mobil, memantau keadaan sekitar yang riweh dengan  orang-orang bergerombol untuk melihat momen setahun sekali. 


Cukup lama kami menghabiskan waktu di mobil, maklum Jakarta saat itu lumayan macet. Sesampainya kami bertiga di rumah, buya marah. Marahnya buya hanya sekadar lisan. Selama buya hidup, buya tak pernah memarahiku menggunakan fisik, lisan pun hanya seperlunya, tak menyudutkan atau merendahkan marwah seorang anak. Buya adalah orang yang mampu mengontrol emosi, hanya marah sebatasnya, tak pernah lebih.


"Buya nyuruh orang-orang tahun baru diem di rumah, kamu malah keluar." kata buya dengan nada marahnya kepada ketiga putrinya. 


Tak banyak penyangkalan dari kami, karena memang kami salah, tapi mungkin buya kira kami mengikuti orang-orang; merayakan tahun baru dengan keluar rumah, pesta petasan atau apapun itu. Padahal tujuan kami keluar rumah bukan untuk sebuah perayaan yang memang tak pernah kami rayakan. Kalaupun ada acara bakar-bakar atau kumpul keluarga, hanya karena momennya pas saja. 



KPBD,

1 Januari 2022, 15:17

Tuesday, November 30, 2021

#CatatanKecil

Aku hanya bisa tersenyum, ketika kau membuka kembali percakapan. Walaupun pada akhirnya, percakapan itu tak memiliki arti apapun dalam sebuah hubungan. Hanya sebatas pertanyaan yang sebenarnya sudah kau tau jawabannya.


30 Nov '21 untuk 27 Nov '21